banner 728x250

Blitar Terbakar Malam: Gudang Jimbe Diduga Jadi Sarang Mafia Solar — Rakyat Diperas, Negara Diam, Hukum Menunduk

banner 120x600
banner 468x60

 

Blitar.Nusantara Pos. Di jantung Blitar, tepat di Jl. Raya Jimbe, Kecamatan Kademangan, berdiri sebuah gudang besar berwarna kusam. Dari luar tampak biasa. Tapi di balik tembok seng dan cahaya redup lampu malam, berdenyut bisnis kotor yang menyedot darah rakyat, penimbunan solar bersubsidi.

Malam Senin, 20 Oktober 2025, menjadi saksi ketika gudang itu berubah menjadi arena dosa. Sekitar 28 warga mendatangi lokasi yang disebut-sebut milik PT Cahaya Nusantara Energi. Mereka bukan datang untuk menonton, tapi karena bau solar yang menyengat dan aroma busuk kerakusan manusia sudah tak tertahankan. Dari balik dinding seng, terdengar desis mesin pompa seperti napas kejahatan yang berdenyut tenang di tengah kegelapan.

Sumber lapangan mengatakan, ini bukan operasi satu malam. Sudah lama berlangsung. Sudah lama dibiarkan. Sudah lama “disucikan” oleh amplop-amplop pelicin. Setiap malam, truk tangki biru keluar masuk seperti makhluk hantu, menelan solar subsidi yang seharusnya jadi hak rakyat miskin. Setiap kali pintu besi terbuka, udara malam disesaki bau solar dan bau dosa.

Ketika malam itu warga datang, pengendali gudang, sosok bernama Waluyo mendadak panik. Wajahnya pucat, langkahnya gelisah, matanya liar. Ia tahu, rahasia yang selama ini ia jaga dengan uang kini mulai bocor di depan rakyat. Dalam kepanikan itu, muncul jurus klasik, bagi-bagi uang haram.
Rp300 ribu per orang, uang hasil penjarahan solar rakyat, dilemparkan seperti remah untuk membungkam mulut.

“Uang itu seperti balsem dosa, tapi baunya lebih busuk dari solar,” ujar salah satu warga dengan nada getir.

Ketika dikonfirmasi Top Berita Nusantara, Waluyo hanya menjawab datar, “Masih di ruangan, besok aja ketemu.”
Jawaban dingin dari orang yang tahu bahwa kebenaran sedang berdiri di depan pintu gudangnya.

Dari hasil penelusuran, tak mungkin operasi seperti ini bisa hidup tanpa beking. Ada mata aparat yang sengaja memejamkan diri, ada telinga hukum yang menulikan kebenaran, dan ada tangan kekuasaan yang ikut menciduk keuntungan di balik drum solar.

“Setoran bulanan katanya lancar, makanya mereka tenang,” ungkap salah satu sopir yang kerap melintas di kawasan itu.

Gudang itu bukan sekadar tempat penimbunan. Ia adalah jantung mafia energi, tempat di mana solar subsidi disedot dari hak rakyat kecil dan diputar menjadi laba gelap. Di saat petani mengantre di SPBU membawa jeriken kosong, dan nelayan menatap laut tanpa bahan bakar, di gudang Jimbe, solar rakyat ditakar menjadi emas cair.

Yang lebih menyakitkan, hingga berita ini diturunkan, Polres Blitar dan Pertamina bungkam. Tidak ada pernyataan, tidak ada penggerebekan, tidak ada taring. Seolah hukum berubah jadi bayangan, mengecil di hadapan uang, membesar di hadapan rakyat kecil.

Di warung kopi, obrolan rakyat hanya satu, “Kalau rakyat salah, langsung ditangkap. Kalau yang main besar, malah dijaga.”

Inilah wajah keadilan di negeri yang katanya menjunjung hukum. Ketika rakyat miskin ditekan karena dua liter solar, sementara pengusaha tamak menimbun ribuan liter tanpa tersentuh.

Aktivis energi menyebut, kasus Jimbe adalah puncak gunung es kebusukan nasional.

“Setiap liter solar yang mereka timbun adalah tetesan darah petani dan nelayan yang dirampas,” ujar salah satu aktivis LSM Energi Bersih Nusantara.
“Ini bukan bisnis, ini kejahatan ekonomi, perampokan berseragam sopan.”

Rakyat menunggu tindakan nyata. Tapi penantian itu seperti menunggu hujan di tengah musim kemarau panjang. Negara sibuk bicara aturan, tapi diam seribu bahasa ketika hukum menatap uang.

Gudang Jimbe kini menjadi simbol luka bangsa. Ketika solar rakyat dijadikan emas, ketika aparat yang seharusnya menjaga justru menjadi tameng, ketika hukum menjadi panggung sandiwara.
Dan rakyat? Hanya menjadi penonton yang lapar, haus, dan muak.

Jika bara ini terus dibiarkan, jangan salahkan rakyat bila suatu hari mereka datang, bukan membawa surat pengaduan, tapi membawa amarah yang sudah mendidih. Karena keadilan yang terus dikunci dengan amplop, akan dibuka dengan kemarahan rakyat.

Blitar memang seluruhnya nampak tenang . Tapi di balik ketenangan itu, ada bara yang siap membakar seluruh kebohongan. Dan malam Jimbe adalah peringatannya, bahwa di negeri ini, solar rakyat bisa jadi sumber dosa paling mahal yang pernah dijual.

(S,dik)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *